Hanya Penonton di Negeri Sendiri


Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

 

PALI–Disebuah Desa namanya Lunas Jaya Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) Sumatera Selatan, sebuah Desa yang tak begitu luas, penduduknya hanya 311 Kepala Keluarga.

Sejak tahun 2010 dekat Desa Lunas Jaya ada perusahaan besar dengan banyak suplayer kontraktor (Subkon) yang ikut berinvestasi di perusahaan tersebut. Namanya PT. Servo Lintas Raya (SLR). Atau Titan Grup.

Kemudian di tahun 2017, kabar baik di terima masyarakat Desa Lunas Jaya, bahwa perusahaan tersebut akan mendirikan Mess dan perkantoran dekat desa, tapi ternyata bukan hanya Mess dan perkantoran saja yang didirikan, namun pihak perusahaan mendirikan Stockfile, atau biasa disebut tempat pengepokan batu bara, dekat pemukiman penduduk Desa Lunas Jaya, tak tanggung-tanggung, tahun 2020 pihak perusahaan mendirikan Crusher, atau mesin raksasa penghalus batu bara.

Tapi sayang seribu kali sayang, hingga tahun 2022 penduduk asli Desa Lunas Jaya, sebagian besar hanya menjadi penonton di negerinya sendiri. Karena hanya sebagian kecil yakni 34 warga desa, yang bekerja di perusahaan tersebut, itupun sebagianya hanya Driver, dan tenaga kuli serabutan yang sistem kerjanya tak ada agreemen. Alhasil yang bisa dinikmati masyarakat hanyalah debu batubara yang beterbangan diseantero pemukiman warga dan suara bising dari dampak aktivitas operasi PT. SLR.

Dari sini, tentulah para pembaca memahami apa maksud dari judul artikel ini, “Jadi Penononton di Negeri Sendiri,” Namun jika kita sama-sama mengamati beberapa kali terjadi sengketa antara warga dengan perusahaan. Perselisihan tentang ketersediaan lapangan kerja dan jumlah pengangguran di Desa Lunas Jaya.

Apalagi yang terjadi justru banyak tenaga kerja berasal dari luar daerah, maka yang ada adalah kekecewaan dari para tenaga kerja lokal, yang mestinya mereka merasa sebagai warga pribumi lebih berhak menempati posisi pekerjaan tersebut.

Sebab persoalan tenaga kerja dan pengangguran dimanapun di negeri ini sudah menjadi persoalan crusial yang mudah menimbukan konflik.

Para pemuda yang punya potensi tentu menginginkan pekerjaan itu, sementara perusahaan malah menampung tenaga kerja dari luar Kecamatan, bahkan ada yang dari luar Kabupaten atau luar Provinsi bisa semudah itu masuk dan bekerja disitu.

Warga setempat khususnya para pemuda yang memiliki skill merasa bahwa hak mereka telah dirampas oleh para pendatang. Para penggangguran tersebut, karena tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, mereka menyimpan kekecewaan.

Membludaknya tenaga kerja dari luar daerah yang masuk dan dengan mudah diterima bekerja di perusahaan, dan semua jenis pekerjaan dilakukan pekerja dari luar. Bahkan tenaga kasar/kuli juga diambil dari luar. Kondisi demikian diperparah dengan banyaknya pekerja dari luar tersebut yang berdomisili di antara warga setempat yang kebanyakan pengangguran. Sehingga kerap terjadi gesekan, ketersinggungan dan kesenjangan sosial antara pekerja dari luar daerah dengan pribumi pengangguran.

Maka sebaiknya Perusahaan lebih mempertimbangkan kebijakanya untuk juga mempekerjakan warga lokal/pribumi, berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa :

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap individu sebagai anggota warga Negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan serta kehidupan yang layak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Lapangan pekerjaan merupakan sarana yang dibutuhkan guna menghasilkan pendapatan yang akan digunakan dalam pemenuhan kehidupan yang layak. Penghidupan yang layak diartikan sebagai kemampuan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan.

Kemudian berdasarkan Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.

Bahwa berdasarkan Pasal 6 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

Dan, berdasarkan Pasal 31 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh pengasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.

Beberapa daerah di Indonesia memiliki Peraturan Daerah (PERDA) yang mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan yang berdiri/beroprasional di daerah itu harus memprioritaskan putra daerah untuk menjadi karyawannya dengan besaran persentase tertentu.

Selanjutnya, pihak perusahaan ada kewajiban sesuai aturan, membuka informasi ke publik, setiap ada lowongan pekerjaan, baik melalui media massa, ataupun pamplet di depan umum, agar masyarakat tau kapan ada lowongan pekerjaan,

Namun sejauh ini belum pernah ada pengumuman seperti demikian, bahkan para pencari kerja yang lahir dan tinggal di bumi desa Lunas Jaya pun sangat sulit untuk mendapatkan informasi tentang lowongan pekerjaan di perusahaan tersebut, seperti pepatah, jauh panggang dari api, itulah yang kerap di dengar dari banyaknya keluhan para pemuda pencari kerja, jangankan di beri kemudahan atau jalur khusus untuk pelamar asli putra desa itu, sudah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Desa pun, lamaran para pekerja lokal, seakan batu jatuh ke laut, tak pernah muncul ke permukaan.

Lalu yang menjadi pertanyaan penulis adalah, inikah wujud cita-cita Perusahaan untuk mensejahterakan masyarakat? Apa begini cara perusahaan yang mengaku patuh terhadap aturan negara’?

 

Artikel Opini,

Di tulis oleh: Eddi Saputra


Like it? Share with your friends!

0 Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

COPY PASTE MALU DONG